Bersamai Anak dalam Pubertasnya

Dalam beberapa literatur tumbuh kembang, pubertas didefinisikan sebagai masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa pubertas biasanya dimulai saat berumur 8 hingga 10 tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Pada wanita pubertas ditandai dengan menstruasi pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah.

Sebagai orang tua, terkadang kita merasa bahwa masa-masa ini merupakan masa “pancaroba”, karena masa peralihan dari anak ke remaja seringkali ditandai dengan perubahan perilaku. Hal ini karena masa remaja sebenarnya bukan hanya tentang pubertas, tetapi ada aspek perubahan kognitif, sosial, dan emosional.

Aspek-aspek inilah yang sebenarnya mewarnai masa-masa pendampingan anak-anak remaja kita menjadi meriah dan gegap gempita.

Terkadang, ketidakmampuan kita sebagai orang tua untuk menangkap sinyal-sinyal perubahan pertumbuhan, perkembangan serta perubahan kognitif, sosial dan emosional anak lah yang justru memicu kesenjangan hubungan. 

Anak akan merasa bahwa kita adalah generasi “jaman old” yang tidak memahami, sementara kita merasa bahwa anak-anak menjauh dari genggaman.

Dalam pandangan saya secara pribadi sebagai ibu dari 3 anak dan berkecimpung di dunia pendidikan anak hingga remaja selama lebih kurang 20 tahun lamanya, kunci dalam membangun hubungan antara orang tua dan anak-anak di semua masa adalah komunikasi.

Komunikasi seperti apa?

Dear parents,
Ketika kita merasa kaget dengan kondisi anak-anak kita yang memasuki masa pubertas dan remaja (apalagi jika hal ini terjadi di usia mereka yang masih belia), ingatlah, bahwa mereka pun tak kalah kagetnya dengan kita. 

Dalam keadaan sama-sama kaget ini, yuk luangkan waktu sejenak untuk mengambil nafas sejenak, tahan kemudian hembuskan perlahan. 

Lihat, dengar, rasakan.

Ingat bahwa kita pun pernah berada di masa yang sama dengan masa anak kita. Ingat bagaimana kita saat itu melaluinya? Bukan untuk membandingkan, hanya untuk mendapatkan sensasi rasa “kekagetan” dan bagaimana kita ingin diperlakukan “pada saat itu”. 

Sudah terasa kah?

Baik. 
Sekarang, coba lihat anak-anak kita. Mereka adalah buah hati kita tercinta yang terlahir sebagai anugerah Yang Maha. Saat membangun komunikasi dengan mereka, mulailah dengan pemahaman bahwa kita adalah rekan sejajar mereka. Yang akan membersamai pengalaman mengejutkan ini dalam petualangan yang seru bersama-sama. Berikan afirmasi baik pada diri maupun anak kita bahwa, “Kita akan melalui ini semua bersama-sama. Ceritakan semua yang kamu rasa, Ayah Bunda akan menjadi temanmu yang setia. Pengalaman Ayah Bunda mungkin akan memperkaya rasa, tapi ini semua tentang perjalanan hidup kamu yang mungkin akan berbeda dengan perjalanan hidup Ayah Bunda. Semua ceritaku akan menjadi rahasia kita, tak akan seorang pun yang mengetahui tanpa seijinmu untuk dibagi dalam cerita. Gimana?”

Usai mengucapkan ini, coba lihat dan amati raut wajah, gesture dan perilaku anak kita. Adakah yang berbeda?

Lihat, dengar, rasakan.

Jangan memaksa, atau tergesa-gesa menuntut anak kita untuk bercerita. Luangkan waktu sejenak untuk membuat mereka merasa nyaman dengan keberadaan kita. Jawab sejelas mungkin kala ia bertanya, dengarkan penuh kesungguhan kala ia bercerita. Respon semua cerita dengan positif, klarifikasi dengan ramah jika dirasa perlu. Hindari “judgmental statement” pun mitos-mitos di luar nalar yang kerap membersamai masa pubertas yang biasa beredar di lingkungan budaya kita. Ingat, ini tentang dia. Ini cerita dia. Ini masa pubertasnya. Nikmati perjalanan ceritanya bersama-sama. Jalani kehangatan masa penuh warna dengan ceria. Apapun nanti yang terjadi dalam perjalanannya. 

#ParentsasaCoach
#NLPforParenting

#lihatdengarrasakan

Komentar

Postingan Populer