Tentang Anak dan Motivasi

Rekan-rekan pembelajar yang baik,
Pagi ini saya disapa oleh admin group yang memimpin alur diskusi. Beliau menyampaikan beberapa pertanyaan yang muncul atas respon kuliah WA pada malam hari mengenai hakikat pencari ilmu.
Pertanyaan pertama menggelitik saya untuk mengangkat bahasan mengenai motivasi. Pertanyaannya berbunyi seperti ini, “@bu ritA,gmn menerapkan NLP kepada anak2 yg kurang motivasi belajar dan  broken home?”

Bismillah... ijinkan saya berbagi lagi disini.
Dalam NLP, pikiran mempengaruhi perasaan (state), perasaan mempengaruhi perilaku (behavior).
Motivasi berada di area state. Saat state tidak di kondisi yang tepat, maka anak akan mengalami kesulitan melakukan sesuatu, termasuk dalam hal belajar.
Maka kenali state nya terlebih dahulu menjadi penting. Gali apa yang menyebabkan kurang motivasi itu terjadi? Tanya perlahan, apa yang ia rasakan.
Dengarkan terlebih dahulu, tanpa interupsi.
Lalu tanya apa yg ada yg di pikirannya saat merasakan state tersebut.

Kemudian, lakukan break state. Artinya, keluar dari state yang kurang memberdayakan. Caranya, biarkan dia disasosiasi (melepaskan diri) dari state itu. Ada 3 cara:
  1. Ajak ia untuk mengubah geraknya. Saat ia tadi berasosiasi dengan state yg menyebabkan ia kurang motivasi, perhatikan gerakan yang ia tunjukkan. Lalu ajak ia bergerak dengan cara yang berbeda. Misal, jika ia menunduk, ajak ia menengadah dan melihat sekeliling. Ajak ia untuk menarik napas panjang dan dalam, kemudian hembuskan.
  2. Ajak ia untuk mengubah fokusnya. Dari cerita tentang mengapa ia kurang motivasi, tanyakan tema yg ia sukai. Biarkan ceritanya mengalir. Amati perubahan mimik, gesture dan nada yang mereka tunjukkan. Saat fokus mereka telah beralih, mereka akan meninggalkan state yang lama dan beranjak masuk ke state baru yang difokuskan.
  3. Saat state baru telah terbentuk, ajak anak untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan dengan ringan dan penuh perhatian (tanpa tekanan). ”Tadi kan kayanya seneng banget ya ngelakuin ....... (hal akan bervariasi tiap anak) kira-kira, kalau pas belajar itu suasananya sama kaya pas ngelakuin ......., gimana ya?


Amati jawabannya. Berilah makna positif berulang-ulang dengan kalimat pendukung, seperti: ”Wah, iya ya... ”Oh kaya gitu, ya..” ”Hhhm, keren juga ya” ”Kira-kira bisa ya?”

Dan kalimat-kalimat pendukung lainnya. Lakukan berulang-ulang tanpa melepaskan perhatian.

Disini kita juga bisa ubah dan berdayakan limiting belief (keyakinan yang membatasi) mereka semisal kata, ”Aku bodoh”, ”Aku ga bisa” dengan belief baru seperti ”Pasti bisa.”, ”Yuk, coba” 
Lakukan dengan sabar. Ingat bahwa ini tentang mereka, bukan tentang kita. Jika memungkinkan, tanamkan anchor baru baik berupa sentuhan maupun kalimat afirmasi pada mereka.

Untuk praktek singkatnya, sila intip artikel saya berjudul Pasti Bisa dan Anchor dalam Pelukan ya.. 🤗

Silakan lakukan teknik NLP ini sebagai tahapan awal membangun motivasi.

Tahapan selanjutnya adalah tahap modelling. Minta anak menceritakan siapa tokoh yang mereka sukai dan mereka anggap bisa menjadi contoh dalam meraih prestasi. Saat mereka telah menyebut tokohnya, ajak mereka berdiskusi.  Mengapa ia memilih tokoh itu? Bagaimana cara tokoh itu berbicara, belajar, bermain? Biarkan mereka bercerita. Tokohnya tidak mesti harus nyata, dengarkan saja. Biarkan mereka merasakan serta mendapatkan state yang mereka perlukan.

Lalu setelahnya, tanya, “Kira-kira, kalau kita mengikuti cara ……….., bisa?”
Berikan waktu untuk Anak berpikir dan merasa. Ajak ia untuk mulai melakukan praktek Circle of Excellence. Caranya?
  1.     Minta anak untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai. Misal, ingin belajar tanpa rasa takut, berani bicara di depan umum, dsb. Lakukan langkah ini dengan tenang, dan nada perlahan. Tunggu sampai ia sendiri yang menentukan tujuan. Jika belum terpikir, tunggu. Sabar ya, Bapak dan Ibu.
  2.      Setelah ada tujuan, ajak ia untuk dengan tenang memikirkan, membayangkan dan merasakan hal apa saja yang ia perlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Biarkan ia mencari sendiri.
  3.         Lalu, ajak ia untuk mencari pengalaman yang pernah dialami ketika hal-hal yang ia pikirkan dan bayangkan itu pernah terjadi pada dirinya.
  4.      Jika ia tidak memiliki pengalaman atau bayangan, ajak ia untuk mencari dari sosok tokoh yang tadi dibahas sebelumnya. Ajak ia untuk menghadirkan sosok tersebut.
  5.     Langkah selanjutnya adalah mengajaknya untuk membuat lingkaran imajinasi di depannya. Minta ia untuk membayangkan bahwa dalam lingkaran itu, semua hal yang ia perlukan untuk mencapai tujuan ada semuanya. Minta agar ia memperjelas gambaran hal-hal yang akan mendukung ia untuk sukses dalam mencapai tujuan.
  6.    Perlahan, ajak ia melangkah masuk ke dalam lingkaran tadi. Biarkan ia melihat, mendengar serta merasakan hal-hal yang ia isi dalam lingkaran tadi. Jika diperlukan ada gerakan, mintalah ia untuk mengikuti gerakan itu. Dalam NLP, ia memasuki fase asosiasi.
  7.    Selama berada dalam lingkaran, minta anak untuk memperkuat rasa yang ada (amplify). Kemudian perlahan, pasang anchor padanya.
  8.      Setelah selesai, ajak anak untuk keluar dari lingkaran.
  9.      Lakukan break state. Bisa dengan cara menepuk tangan atau menghitung jumlah jari tangannya.
  10.     Periksa dengan cara memanggil anchor yang kita tanam. Apakah keadaan puncak bisa diakses. Jika belum berhasil, ajak anak untuk istirahat sejenak dan bermain sebelum memulai lagi teknik dari awal.


Mengapa perlu diulang? Sama seperti hakikat pencari ilmu, untuk mencapai tujuan, kegiatan perlu dilakukan dengan banyak latihan. Seorang atlit tidak akan menjadi juara hanya karena berlatih sebelum masa pertandingan tiba, bukan?

Maka bersabarlah, dan nikmati seluruh perjalanan prosesnya. Percayalah bahwa setiap usaha yang kita lakukan tidak akan pernah sia-sia. Fokus pada tujuan utama, ini tentang mereka, bukan hanya tentang kita. Keberhasilannya, bergantung pada setiap upaya yang kita lakukan bersama.

Selamat berlatih dan mencoba. Kita belajar sama-sama, yaaaa….

Komentar

Postingan Populer