Menepilah
Selayaknya
para pengendara yang didera lelah dalam perjalanan panjangnya, memaksakan diri
untuk meneruskan perjalanan tak hanya akan membahayakan raga, tapi juga jiwa.
Maka putuskan untuk sejenak menepi, beristirahatlah.
Pun
demikian kala si kecil titipan Allah ar Rahman gelisah dan tantrum dikala cucian,
sayuran yang siap dimasak serta segudang pekerjaan rumah tangga lainnya
menumpuk di sudut sana, lengkap dengan gejala pms yang seolah meremas-remas
perut bagian bawah sedemikian rupa. Maka menepilah, Bunda. Rangkul si kecil
penuh cinta, berdiamlah di sudut sana berdua. Nikmati waktu bersamanya. Tinggalkan sejenak dan tunda semua pekerjaan
rumah. Beristirahatlah.
Menepilah
kala lelah. Beristirahatlah. Karena mengabaikan lelah sejatinya mengijinkan
diri untuk mendzalimi hak pribadi. Mengenyampingkan hak badan untuk
meregenerasi energi. Saat kita abai, maka siapa yang akan peduli? Siapa yang
akan menanggung konsekuensi?
Ada
kalanya dimana kita perlu menyadari, memahami, memaklumi serta menerima bahwa
akan tiba suatu masa dimana kita perlu berdamai dengan lelah. Karena ini
merupakan fitrah.
Kala
saat itu tiba, bersiaplah untuk menghela nafas, pikir serta rasa.
Menepilah
kemudian beristirahatlah.
Nikmati
keberadaan saat di tepian, selama dalam masa peristirahatan.
Saat
menepi, lihatlah dengan tenang apa yang sejenak kita tunda dan tinggalkan dari
kejauhan.
Resapi
dan maknai hal-hal yang menjadi penyebab rasa lelah, lalu pahamilah.
Belajarlah
saat menepi.
Terkadang
kita akan terkejut saat menyadari, menepi bukanlah sesuatu yang perlu
dihindari.
Menepi
adalah cara lain kita untuk menghargai diri.
Menepi
adalah cara terindah untuk menghela lelah dan bersiap berlari kembali.
Hingga
saat lelah berikutnya, dan kemudian bisikan halus itu kembali menyapa, “Menepilah.”
Komentar
Posting Komentar