Sekali Lagi Tentang Belajar

Belajar lagi. Belajar untuk menata cara pembelajaran diri. Seorang mentor berkata, "Ia nan tak pernah berhenti belajar, tak pernah menjadi tua." (Yuliawan, 2016).

Siapa yang tak suka disebut awet muda? Bahkan Ayah saya yang sudah melewati usia 68 tahun pun, tak pernah menyebut dirinya tua. Hanya tak lagi muda. Ahahhahaa...

Bukan, bukan itu yang menjadi alasan saya terus belajar menjadi seorang pembelajar.

Saya ingin benar-benar secara sadar melakukan proses pembelajaran. Kenapa? Karena hakikatnya, saat proses pembelajaran dinikmati dan dilakukan secara sadar, seluruh indera yang melekat di diri saya akan mendukung seluruh perjalanan prosesnya. Otak, hati, raga. Semua.

Lalu apa yang mau dipelajari?
Bagi saya, semua. Ahahhahaa, kemaruk, ya? Tapi enggak lah. Setiap hal, bahkan partikel terkecil dalam hidup, saya rasa perlu saya pelajari lebih dalam lagi.

Saat saya berperan menjadi ibu, saya gali lebih dalam bagaimana saya bisa menjadi Ibu yang bisa memantaskan diri bagi ketiga putra saya yang luar biasa. Mengapa luar biasa? Karena masing-masing memberikan warna dalam hidup saya dengan cara mereka yang berbeda-beda. Si sulung, punya kekhasan yang berbeda dengan si tengah dan si bungsu. Pun sebaliknya. Masing-masing memerlukan pendekatan yang berbeda, yang tidak bisa dipukul rata. Dari cara berbicara, cara mengekspresikan pendapat, cara belajar, makanan kesukaan, musik, warna, dan lain sebagainya. Setiap waktu yang saya habiskan bersama mereka adalah momen yang berharga. Ya, saya wanita bekerja. Tapi saat saya bekerja, saya bisa pantau mereka. Karena mereka bersekolah di tempat saya bekerja. Dan saya sangat bersyukur karena nya.

Lalu, sebagai istri. Woooooow, ini adalah sub bab pembelajaran yang tak putus-putusnya juga selain peran saya sebagai Ibu. Hari demi hari, bukan hanya warna yang berbeda, rasa dan sensasinya juga luar biasa. Syukur alhamdulillah, Allah swt anugerahi saya seorang Imam, suami, sahabat yang juga tak henti belajar. Jadi, proses yang kami lalui, meski mendaki gunung turuni lembah, alhamdulillah bisa kami lalui bersama. Melalui tawa, tangis, marah, kesal, sedih, geli, dan sejuta rasa lainnya. Kami sama-sama belajar untuk istiqomah. Sampai kapan? Sampai waktu yang Allah tetapkan bagi kami.

Saya pun menikmati masa pembelajaran sebagai seorang anak, seorang kakak, seorang menantu, seorang ipar, seorang uwa, seorang tante, seorang anak buah, seorang guru, seorang teman, seorang tetangga, dan peran-peran saya di kehidupan sehari-hari lainnya.

Doa saya, semoga proses pembelajaran yang saya lalui mendapat ridla Allah swt. Dalam ikhtiar belajar ini, semoga ada manfaat yang bisa diterima oleh orang-orang yang telah memberikan nikmat pembelajaran bagi saya. Disadari atau tidak, kehadiran setiap persona dalam kehidupan saya membawa makna dan warna lain dalam kehidupan saya. Kehidupan saya sebagai seorang pembelajar. Pembelajar yang haus akan proses belajar. Dimana seluruh proses itu pada akhirnya membentuk saya. Insyaa Allah, setidak-tidaknya, dalam perjalanan menuju pemberhentian pertama kehidupan saya kelak, kesemuanya itu menjadi bekal. Mungkin belum bekal yang cukup, tapi minimal sudah berupaya untuk mempersiapkan diri ke arah cukup.

Astaghfirullah al adzhiim, subhanallah wabihamdihi..
Matur sembah nuwun Gusti ingkang Maha Suci..

.....dalam proses pembelajaran, catatan pembelajaran di awal Juni 2016 yang muncul di notifikasi FB petang ini saat mengikuti kegiatan Practice Group INLPS Bandung Chapter....


Sungguh, pembelajaran itu tak bisa hanya sekali, perlu dilakukan berulangkali.

Komentar

Postingan Populer