Mythomania

Berbohong, berpura-pura, tidak mengatakan yang sebenarnya.
Sampai batasan itu, hampir semua orang dapat mendeskripsikan secara tepat bagaimana kondisi seseorang yang sedang melakukan hal tersebut. 

Salah seorang sahabat dari seorang rekan ditenggarai menderita mythomania. Serupa dengan kisah Malin Kundang, ia tidak mau mengakui orang tuanya sendiri dan mengusir sepasang orang tua renta yang datang mengunjungi kantornya. Meski sederet bukti-bukti telah dipaparkan di hadapan mata, ia tetap bersikukuh bahwa orangtuanya tinggal di luar negeri dan bukan penjual bakmi di kota tetangga.

Mythomania?
Makhluk apa itu?

Mythomania diusulkan pertama kali oleh seorang ahli psikologi Ernest Dupré di tahun 1905 sebagai istilah gangguan psikologi ketidakseimbangan mental pada diri seseorang dalam mengubah fakta, menyusun cerita serta mengolah suatu keadaan sedemikian rupa sehingga jauh dari fakta yang sebenarnya. Seorang penderita mythomania tanpa ragu melakukan kegiatan berbohong, berpura-pura dan bahkan menimpali itu semua dengan kebohongan lainnya bilamana perbuatannya mulai terendus dan terungkap. Lebih parahnya, mereka mempercayai kebohongan yang mereka buat sebagai sebuah kenyataan baru dan hidup dengan nyaman di kondisi itu.

Beberapa penelitian selanjutnya menyebutkan bahwa mythomania adalah bentuk gangguan psikologis yang membuat para penderitanya hidup dalam kepalsuan yang mereka ciptakan berdasarkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan cara mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya, berfantasi dan segala bentuk kegiatan lainnya yang dapat menyembunyikan kehidupan asli yang mereka miliki.

Mengerikan sekali, bukan? Bagaimana bisa seseorang hidup dalam kebohongan di keseharian? Sesuatu yang tentu saja berada di luar jangkauan nalar manusia normal. Namun, jika kita berkaca pada presuposisi NLP, dimana selalu ada maksud baik di balik perilaku seseorang dan seseorang akan bertindak berdasarkan resource yang ia miliki, maka kita akan mulai berusaha untuk meraba, menyelami dan memaknai apa yang menjadi latar belakang seseorang sehingga masuk ke dalam kondisi mythomania

Menurut kajian literatur, terdapat beberapa faktor yang mungkin bisa menjadi latar belakang gejala gangguan psikologis ini, diantaranya adalah kegagalan berurut-turut di masa lalu, ketidakpuasan atas kehidupan yang dijalani, rasa kehilangan orang terdekat yang begitu dalam, perlakuan buruk yang diterima oleh lingkungan sekitar, perubahan gaya hidup masyarakat di sekitar penderita serta depresi dan kegelisahan yang berlebih. 

Sebuah riset kecil akhirnya dilakukan oleh rekan saya bersama beberapa kerabat dekat yang merasa prihatin atas kejadian yang terjadi di kantor mereka. Ternyata sahabat mereka ini semasa kecilnya selalu dihina dan diolok-olok teman sekolahnya sebagai anak orang miskin yang bodoh dan buruk rupa. Hingga ia duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia selalu dilindungi oleh kakak lelakinya, namun malang, beliau meninggal akibat dikeroyok teman sebaya ketika berusaha melindunginya tepat sebelum pelaksanaan ujian akhir berakhir. Kesedihan yang mendalam membuat dirinya menjadi pribadi yang tertutup. Melanjutkan sekolah dengan biaya seadanya yang diberikan orang tua, kemudian pergi meninggalkan kota kelahiran selepas SMA. Tak pernah ada komunikasi dengan orang tua setelah itu, ia berjuang dan bekerja serabutan dengan tekad sekuat baja. Nasib baik menghampiri ketika ia bekerja menjadi kuli angkut sebuah toko kelontong ternama. Pemilik toko yang sudah tua dan tak memiliki keturunan menaruh iba kepadanya. Ia disekolahkan hingga mencapai gelar sarjana kemudian ia mulai bekerja di kantor yang sekarang. Meniti karir dengan cemerlang, namun menyembunyikan fakta asal usul hidupnya. Ia selalu bercerita bahwa orang tuanya hidup di luar negeri, itu sebabnya ia tidak pernah memiliki kampung halaman ketika lebaran tiba. Cerita itu selalu berulang-ulang dikisahkan dengan tambahan seperlunya. Sedemikian yakin dirinya dengan cerita yang ia ciptakan, saat orang tua kandungnya membawa bukti-bukti berupa akta kelahiran dan foto-foto tua masa kecilnya, ia tetap bersikukuh bahwa itu adalah upaya penipuan dan pemerasan. Ia bahkan melaporkan keduanya ke kantor polisi. 

Duh, sampai disini, hanya dengan mendengarkan kisah dari rekan saya saja, hati saya berdebar tak karuan. Begitu dahsyatnya gangguan jiwa mythomania ini bisa mempengaruhi seseorang. Ketika angan-angan begitu mempengaruhi pikiran sehingga menutup sebenar-benarnya kenyataan. Mengerikan. Jika dahulu Malin Kundang dapat dikutuk menjadi batu, kira-kira hukuman apakah yang sedang menunggu?

Naudzubillahi min dzalik..

Sudahkah kita memberikan perhatian di sekitar kita? Adakah salah seorang yang kita kenal yang menderita mythomania? Jangan-jangan kita menjadi penyebab trauma yang mereka rasa? Sudahkah kita jaga pikir, rasa, laku dan kata kita? Atau, jangan-jangan, kita yang lambat laun melangkah menuju gejala? Astaghfirullah al adzhiim...

Lihat, dengar, rasakan.

Komentar

Postingan Populer