Posesif #1
Sore ini tetiba pesan singkatmu menyapa.
Kamu dimana?
Deg.
Baca berulang-ulang. Otak sibuk berpikir, namun hati enggan memutuskan. Jawab, jangan. Jawab, jangan. Aku letakkan telepon genggam ke atas meja. Mencoba memgalihkan perhatian. Menatap layar laptop, memusatkan perhatian pada lembar-lembar artikel ilmiah yang perlu segera diselesaikan.
Layar telepon genggam kembali berpendar.
Kamu dimana? Barusan online, kok ga kasih jawaban?
Kubalikkan gadget mungil berwarna keemasan. Aman. Setidaknya sejenak saja. Tak ada pendar ataupun notifikasi yang akan terlihat. Untuk sesaat.
Menarik nafas kemudian melepaskan dengusan kala telepon genggam itu mulai bergetar dan mengeluarkan suara berderak di atas meja. Kulihat sekilas, dia. Hhhmmmpph, setengah tak sabar kulemparkan barang tersebut ke dalam tas jinjing dan mendorongnya jauh ke kolong meja.
Duh.
Tiga tahun. Tiada hari tanpa berondongan telepon dan pesan serupa. Setiap lima belas menit sekali. Setiap hari. Lelah sekali.
Awalnya aku merasa tersanjung. Ada seseorang yang sedemikian perhatian kepadaku. Peduli akan kehadiran, kesehatan, keselamatan dan kebahagiaanku. Itu dulu.
Seiring berjalannya waktu, semua urutan pertanyaan serta perhatian yang diberikan malah membuatku jemu. Tak ada rasa bahagia itu, atau penasaran atau rindu. Karena rutinitas yang dilakukan selalu persis setiap waktu. Dari dulu. Yang berubah hanya satu. Sejak tiga bulan yang lalu, ada emosi marah yang ia kirim bersama seluruh perhatian itu. Curiga, syak wasangka, semua hal yang seperti itu. Terlambat mengangkat telepon, marah. Terlambat membalas pesan, murka. Seluruh rekan dan teman dihubungi bila aku tak merespon segera.
Pertemuan demi pertemuan selalu diselingi rentetan pertanyaan klarifikasi mengapa itu dan ini. jarang sekali senyum hadir mengisi hari. Kening yang berkerut, wajah memerah menahan amarah, nada mendesak menjadi sajian yang aku lihat belakangan ini.
Lelah, lelah sekali. Huuuuuufft....
Ku ingin tau, kau harus mau
Ku ingin kau begitu agar kau tau
Jadilah engkau milikku selalu, utuh.
Tanpa tersentuh, cuma aku
Bila ku mati, kau juga mati
walau tak ada cinta sehidup semati
Jadilah engkau milikku selalu, utuh
Tanpa tersentuh, cuma aku
Ku ingin tau, kau harus mau
Ku ingin kau begitu agar kau tau
Jadilah engkau milikku selalu, utuh.
Tanpa tersentuh, cuma aku
Bila ku mati, kau juga mati
walau tak ada cinta sehidup semati
Jadilah engkau milikku selalu, utuh
Tanpa tersentuh, cuma aku
Mengapa aku begini,
Jangan kau mempertanyakan
Bila ku mati, kau juga mati
Walau tak ada cinta sehidup semati
Kaget. Kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang berisi 8 kubikel terhalang partisi setengah badan. Ternyata Rio, salah seorang rekan kerja, sedang memutar lagu Naif di playlist laptopnya. Lagu lama, tapi pas mengena.
Posesif. Itu dia. Itu yang terjadi antara kita. Aaaah, itu yang menyiksa. Lalu aku pun tertegun. Lama.
Posesif. Itu dia. Itu yang terjadi antara kita. Aaaah, itu yang menyiksa. Lalu aku pun tertegun. Lama.
Komentar
Posting Komentar