Pasti Bisa
Entah kenapa, di perjalanan siang tadi bersama anak-anak dan anak mertua, mendadak kok terlintas pikiran tentang penulisan.
Saya bilang ke suami, "Yang, kalau tesis saja dulu bisa ditulis dalam waktu tujuh bulan, lengkap dengan penelitian dan ratusan referensi jurnal serta buku bacaan, mestinya aku bisa ya menyelesaikan buku dalam jangka waktu yang sama?"
"Kenapa enggak? Skripsi kita jaman baheula malah lebih singkat waktunya."
"Iya, ya. Dulu singkat ya?
"Masih inget rasanya?"
Saya mengangguk lalu terbayang saat semuanya selesai. Saat tulisan itu diperbanyak dan dibendel.
Suami tersenyum, menggenggam tangan kanan dengan erat dan berkata, "Pasti Ayang bisa."
Malam ini, saat suasana mulai sepi, dan dengkuran halus terdengar dari kamar anak-anak di atas juga dari pasangan jiwa di sebelah, pikiran saya mengembara kemana-mana.
Dulu bisa, iya juga. Gumun saya.
Lalu apa yang menghalangi, ya?
Lihat, dengar, rasakan.
Saya memulai dengan memeriksa tujuan. Apa yang saya inginkan dari kegiatan menulis ini? Apa pentingnya? Apa maknanya? Apa yang saya lihat saat tulisan saya sudah terkompilasi? Apa yang saya dengar? Apa yang saya rasakan?
Aaaaah, semua memang berawal dari tujuan dan pemaknaan.
Semakin jelas suatu tujuan dan dalam suatu pemaknaan, maka hal itu akan menjadi anchor yang menggerakkan seluruh indera, pikiran serta perasaan. Bersinergi dan mendorong saya untuk melakukan apa yang akan saya lakukan.
Hari ini, hari ke sepuluh saya dalam komitmen tentang penulisan. Berusaha untuk konsisten dan berkomitmen penuh atas pilihan yang telah diputuskan. Obrolan singkat dan genggaman tangan suami tadi sore pun menjadi anchor penguat.
"Pasti Ayang bisa."
Singkat, namun hangat.
Curiga, jangan-jangan tadi dia memang sengaja pasang anchor, ya? Soalnya saat si bungsu belajar naik sepeda pun, itu kata-kata yang ia ucapkan berulang-ulang sambil berlari di sampingnya. Pun saat ia mendampingi Mas Azka di Final Spelling Bee beberapa tahun silam, atau saat ia melatih Fawwaz dribble dan shooting bola basket tiap akhir pekan.
"Pasti bisa!"
Hasilnya? Mereka memang bisa. Bahkan Mas Azka sampai lolos ke Final tingkat Nasional di Jakarta.
Saya coba cek mengelus tangan yang tadi ia genggam.
Seeer, seeer, seeeer.
Hangat rasanya.
Ada yang mengalir dari dada ke tangan, kaki dan kepala.
Perasaan bersemangat yang membuncah dan bahagia.
Jangan-jangan, iya ya?
Ia pasang anchor tangan saya? Duh, jadi kepo rasanya. Sayang, ia sudah tertidur dengan pulasnya.
Hahahahahaa...
Ingatkan saya untuk tanya besok saat ia membuka mata, ya?
Komentar
Posting Komentar