Hujan Sore Hari



Rintik hujan membasahi jendela sore ini.
Blurry.
Dingin, sudah pasti.
Lalu tetiba galau menyapa. Pikiran melayang kemana-mana.
Entah kenapa, seolah semesta mendukung untuk menghadirkan semua cerita sendu melagu.
Haru biru deh begitu.

Seolah putaran cerita drama, scene satu menyusul scene lainnya. 
Sedih semua.
Ih, ga suka. 
Airmata sibuk berjatuhan membasahi pipi, membutakan mata.
Dada sesak, ga jelas rasa.

Eh, apa sih ini ya?
Hujan siiiih.....

Eh tapi, apa iya salah si hujan?
Emang dia ngapain? 
Hujan itu Rahmat dari Allah, Tuhan Semesta Alam
Astaghfirullah al adzhiim......

Allah turunkan hujan untuk basahi bumi. Sejukkan tanah, dinginkan panas, limpahkan karunia, penuhi dahaga seisi alam raya. Duh, ampun, Gusti ingkang Maha Suci....

Jadi?
Beresin yuk, ah...
Buang resah, hapus gundah. 
Whoossaaaaa.....

Gampang banget ngomongnya, prakteknya?
Diri saya mbatin. Pasti ada caranya, yakiiin....

Bismillahirrahmannirrahiim......

Kisah sedih, perih, merintih yang saya miliki adalah sesuatu yang terjadi di luar kuasa saya. Siapa yang mau terluka? Kecewa? Gak ada. Meresapi keberadaannya sebagai bagian dari episode  kehidupan merupakan sesuatu yang bisa saya lakukan. Menelaah makna yang terkandung di dalamnya. Karena bahkan dalam luka dan kecewa, ada hikmah yang terselip di dalamnya. Sungguh, ini bukan hanya serangkaian kata-kata mutiara. Saya banyak bertemu dengan orang-orang kuat dan hebat di sepanjang hidup saya. Percayalah, mendengarkan kisah mereka, luka dan kecewa saya belum ada apa-apanya. 

Berinteraksi dengan sesama membuat  mata saya terbuka. I am not the center of the universe. Dunia tidak berputar di sekitaran saya. Sebaliknya, saya hidup dalam pusaran dunia. Saya hanya bagian dari alur ceritanya. Derita saya tak sebesar dunia. Sesimpel itu kira-kira.

Maka lalu, saya bisa meletakkan makna lain pada luka saya. Bahwa saat saya terluka, saya bisa teramat menghargai bahagia di detik berikutnya. Bahwa fakta hujan membawa kembali kenangan luka, itu karena semata-mata peristiwa yang terjadi puluhan tahun lalu itu terjadi di bawah rinai hujan di bulan Desember. Yang salah bukan hujannya. Pelakunya. 

Maka lalu saya berfokus pada pelaku dan peristiwanya. Fokus yang akhirnya membawa saya ke pertanyaan, "masih pantaskah ia menghadirkan airmata?". Sebegitu besarkah lukanya?

Lihat, dengar, rasakan.
Enggak tuh. Hahahahhaaa. (nah lho, kok malah jadi geli saya)
Ya ampun. Itu hanya rangkaian peristiwa masa SMA. Jaman seragam putih abu dan tas ransel hijau tua. Nangis sih seminggu, habis itu lupa. Asyik bercengkrama tengan teman-teman sebaya yang sebelumnya gak pernah punya kesempatan kumpul bersama karena selalu berdua dengan si pembuat luka. Jadi, apa?

Lihat, dengar, rasakan.
Itu hebatnya alam pikiran. Ia ciptakan kenangan yang serupa peta tak bertuan. Semau-mau ia kisahkan. Yang mana saat diuraikan, kejadiannya tidak serupa yang disimpan kenangan. 

"We cannot always control everything that happens to us in this life, but we can control how we respond. Many struggles come as problems and pressures that sometime cause pain. Others come as temptations, trials, and tribulations." - L. Lionel Kendrick.

Fiuh.
Buka jendela. Membiarkan air hujan masuk dan menyentuh kepala. Aaaah, segar rasanya.
Sudah lama. Terlalu lama saya menyia-nyiakan keindahannya. Maafkan saya, yaaa..... 

Terima kasih, Rabbi... Atas hujan sore ini....


Allohumma shoyyiban naafi'aan...... 



Komentar

Postingan Populer