Jangan Terlalu Serius
Siang ini, saya menyempatkan diri makan siang di luar bersama Pak Suami. Sambil membicarakan project pelatihan yang akan diselenggarakan jasa konsultan kami.
Bukan, bukan tentang makan siang atau projectnya yang akan saya bahas kali ini. Ada satu pemandangan yang mengetuk perasaan kami berdua secara bersama-sama. Ada rasa hangat di dada saat melihatnya, senyum kami berdua tanpa sadar mengembang bersama.
"They are enjoying their lives," seloroh suami saya. Could not agree more, saya menganggukkan kepala sambil berkaca-kaca.
Siapa mereka?
Tak jauh dari tempat duduk kami, ada sekelompok oma - opa yang sedang berkumpul. Nampaknya tidak sengaja. Karena awalnya, kelompok para opa duduk di kursi dekat jendela kaca, sementara para oma yang lebih awal tiba, duduk di pojok deretan sofa. Tak lama, ada yang menyadari kehadiran para opa lalu menyapa. Raut muka gembira terpancar di wajah mereka semua. Para opa kemudian pindah bergabung bersama.
Tak lama, gelak tawa terdengar dari sana. Berbincang hangat sambil bercerita tentang hidup, anak-anak, cucu-cucu mereka. Kok saya tahu? Perbincangan mereka terbilang cukup keras, tapi tak mengganggu. Yang ada, kok saya malah ikut larut dalam bahagia.
"Jangan terlalu serius," kata salah satu Opa. Saat Mbak pramuniaga membantu mengambilkan gambar mereka.
Deg. Itu dia!
Lihat, dengar, rasakan.
Seringkali kita terlalu serius dalam suatu hal. Terlalu serius dalam memikirkan sesuatu, terlalu serius dalam mengerjakan sesuatu, terlalu serius dalam kehidupan, terlalu serius dalam mengejar sesuatu.
Terlalu serius.
Saking terlalu seriusnya, kita lupa untuk mengangkat kepala sejenak, mengedarkan pandangan ke sekitar. Apalagi berusaha mendengarkan lebih dalam atau malah merasakan hal-hal yang perlu kita rasakan.
Terlalu serius sehingga lupa.
Lupa bahwa ada makna atas setiap peristiwa. Lupa bahwa selalu ada hikmah di balik segalanya. Lupa bahwa ada hak-hak jiwa dan raga yang memerlukan kita untuk tenang, santai, menyatu secara utuh, dengan kesadaran penuh.
Jangan terlalu serius.
Melihat para opa dan oma di ujung sana, mereka tidak terlihat seperti orang yang kekurangan hidupnya. Sebaliknya, mereka adalah jiwa-jiwa yang mapan yang tahu kapan waktu untuk berkarya dan kapan waktu untuk menikmati hidupnya. Sekilas terdengar, mereka akan memulai project amal untuk anak-anak jalanan di kota. Mereka membahas dalam selingan makan siang dan canda mereka.
Matur sembah nuwun, Gusti ingkang Maha Suci. Untuk pelajaran siang ini.
Bukan, bukan tentang makan siang atau projectnya yang akan saya bahas kali ini. Ada satu pemandangan yang mengetuk perasaan kami berdua secara bersama-sama. Ada rasa hangat di dada saat melihatnya, senyum kami berdua tanpa sadar mengembang bersama.
"They are enjoying their lives," seloroh suami saya. Could not agree more, saya menganggukkan kepala sambil berkaca-kaca.
Siapa mereka?
Tak jauh dari tempat duduk kami, ada sekelompok oma - opa yang sedang berkumpul. Nampaknya tidak sengaja. Karena awalnya, kelompok para opa duduk di kursi dekat jendela kaca, sementara para oma yang lebih awal tiba, duduk di pojok deretan sofa. Tak lama, ada yang menyadari kehadiran para opa lalu menyapa. Raut muka gembira terpancar di wajah mereka semua. Para opa kemudian pindah bergabung bersama.
Tak lama, gelak tawa terdengar dari sana. Berbincang hangat sambil bercerita tentang hidup, anak-anak, cucu-cucu mereka. Kok saya tahu? Perbincangan mereka terbilang cukup keras, tapi tak mengganggu. Yang ada, kok saya malah ikut larut dalam bahagia.
"Jangan terlalu serius," kata salah satu Opa. Saat Mbak pramuniaga membantu mengambilkan gambar mereka.
Deg. Itu dia!
Lihat, dengar, rasakan.
Seringkali kita terlalu serius dalam suatu hal. Terlalu serius dalam memikirkan sesuatu, terlalu serius dalam mengerjakan sesuatu, terlalu serius dalam kehidupan, terlalu serius dalam mengejar sesuatu.
Terlalu serius.
Saking terlalu seriusnya, kita lupa untuk mengangkat kepala sejenak, mengedarkan pandangan ke sekitar. Apalagi berusaha mendengarkan lebih dalam atau malah merasakan hal-hal yang perlu kita rasakan.
Terlalu serius sehingga lupa.
Lupa bahwa ada makna atas setiap peristiwa. Lupa bahwa selalu ada hikmah di balik segalanya. Lupa bahwa ada hak-hak jiwa dan raga yang memerlukan kita untuk tenang, santai, menyatu secara utuh, dengan kesadaran penuh.
Jangan terlalu serius.
Melihat para opa dan oma di ujung sana, mereka tidak terlihat seperti orang yang kekurangan hidupnya. Sebaliknya, mereka adalah jiwa-jiwa yang mapan yang tahu kapan waktu untuk berkarya dan kapan waktu untuk menikmati hidupnya. Sekilas terdengar, mereka akan memulai project amal untuk anak-anak jalanan di kota. Mereka membahas dalam selingan makan siang dan canda mereka.
Matur sembah nuwun, Gusti ingkang Maha Suci. Untuk pelajaran siang ini.
Komentar
Posting Komentar