Passion, Motivasi, dan Kepuasan Pribadi

"Ah, mereka ga profesional!", gerutu seorang kawan saat dikecewakan salah satu penyedia jasa cuci sepatu.
"Kenapa?"
"Sepatu aku kulitnya mengelupas. Padahal tadinya hanya kotor biasa. Saat dikomplain, mereka gak bilang maaf, apalagi niat memberikan kompensasi."
"Lho? Tidak ada ganti rugi sama sekali?"
"Enggak, kata mereka sudah tertulis di bon kuitansi. Segala kerusakan yang terjadi di luar tanggungjawab layanan kami."
"Eh? Masa?"
"Ini, coba lihat. Tulisannya kecil sekali di ujung sini. Nih!" Tunjuknya dengan muka memerah. 
"Wah wah.... Kok bisa, ya? Ga minta maaf?"
"Ga ada. Malah sibuk berkelit kalau bahan sepatu begini memang mengelupas udah jadi resikonya. Kaya ga niat kerjanya. Apa mereka ga malu sama hasil kerjanya ?"
"Karyawan apa yang punya?"
"Dua-duanya. Tauk deh gimana masa depannya. Pas aku komplain itu, ada sekitar enam orang ngantri mau komplen juga sama hasilnya."

Glek. Tujuh orang mengajukan ketidakpuasan dalam waktu yang bersamaan? Banyak banget!
Nah. Mikir deh saya.
Jangan-jangan iya. Jangan-jangan baik pemilik dan karyawan di sana memang passion nya bukan disitu.

Apa itu passion
Passion adalah perasaan yang sangat kuat terhadap sesuatu. Teringat satu kalimat di film kesukaan saya, Filosofi Kopi, setiap yang punya rasa pasti punya nyawa. Maka ketika pekerjaan hanya dipandang sebagai suatu pekerjaan, benda mati tanpa jiwa, ruh rasa menjadi tak ada. Hasilnya? Hampa. Pekerjaan hanya sebuah rutinitas belaka. Tanpa makna. Tak heran jika pada perjalanannya, pelaku hanya menjalankan sesuai norma dan kebiasaan saja. Dari hari ke hari bergerak dengan sama. Tak ada motivasi atau dorongan kuat untuk melakukan sesuatu yang berbeda dengan hasil yang jauh lebih baik, misalnya. Maka mereka terlupa meminta maaf saat ada kesalahan baik pada proses maupun hasilnya. Mereka gagal menangkap rasa kecewa dari kliennya. Mereka tidak memahami bahwa kegagalan itu akan berakibat kehilangan calon pelanggan untuk selama-lamanya. Yang mana sangat berbahaya bagi usaha mereka. 

Erat sekali peran passion dan motivasi diri dengan sikap profesional dan kepuasan diri. Karena gagal menyelami, maka bagaimana bisa mereka merasakan kepuasan diri yang akan mereka dapatkan saat pelanggan tersenyum dan merasa puas dengan hasil karya kita. Padahal warna dan rasa yang kita berikan pada hasil kerja kita, bisa terbawa mewarnai kedeluruhan prosesnya. Saat kepuasan didapatkan, ada doa yang mengiringi perjalanan. Pelanggan akan kembali lagi dan lagi, bahkan tak segan berbagi dengan sesama rekan dan handai taulan. Potensi marketing gratisan. 

Sungguh, setiap kejadian di muka bumi adalah merupakan pembelajaran. Saya percaya, tak pernah ada yang namanya kebetulan. Kejadian kesalnya teman saya pun memberikan saya masukan, hati-hati saat melakukan pekerjaan. Pastikan diri untuk selalu memberi hati, rasa sepenuh jiwa dan raga pada apapun yang kita lakukan, menggali makna terdalam atas suatu tindakan, menyelami itu dan menjadikannya motivasi diri untuk selalu maju. Saya yakin, dengan itu, profesional dan kepuasan diri sudah berada di ambang pintu. 

"I think a lot of times it's not money that's the primary motivation factor; it's the passion for your job and the professional and personal satisfaction that you get out of doing what you do that motivates you." - Martin Yan.

Komentar

Postingan Populer