Makna Diri Bagi Mereka; Luar Biasa!

Kemarin dan hari ini, saya diamanahi mengisi kelas workshop pengembangan diri bagi siswa/i kelas 9 di sebuah SMP Islam Terpadu berasrama. Berbagi bersama mereka, rasanya luar biasa.

Kenapa?

Saat materi pertama, sesi mengenali diri, saya mengajukan dua pertanyaan: Pilih sesuatu yang paling bisa menggambarkan dirimu lalu kemukakan alasannya.

Jawabannya?
Kelinci, Kepala Kereta (Lokomotif), Peri, Bunga, Bukit, Biji kecil yang ditanam, Balon Gas, Kegelapan, dan banyak lagi.

Mengapa luar biasa?
Saat masuk ke pertanyaan kedua. Saya dan guru pendamping tergugu, tak sanggup berkata-kata.

Lihat, dengar, rasakan.

Aku adalah kelinci. Yang melompat kesana kemari, riang dalam hati, menghibur siapapun yang melihat. Namun, aku juga kelinci yang akan terus berlari menuju garis finish saat yang lain tertawa-tawa. Aku akan sampai ke sana tanpa membuat sedih orang lain. (Ditulis oleh siswi berasal dari kota hujan, dengan orang tua yang memiliki tingkat kesibukan luar biasa sehingga waktu pertemuan mereka yang langka karena dirinya asrama, terkadang menjadi bertambah langka karena jadwal yang tidak pas). JLEB.

Aku adalah kepala kereta. Lokomotif namanya. Aku adalah anak pertama dengan banyak adik. Adik-adikku adalah gerbong yang mengikuti aku di belakang sana. Sebagai kepala kereta, aku maju mengepalai gerbong lainnya. Aku perlu berbuat sebaik mungkin agar gerbong-gerbong lainnya mengikuti jalanku. (Ditulis oleh siswi asal Karawang yang memiliki lima orang adik). JLEB.

Aku adalah peri. Aku adalah anak satu-satunya dari kedua orangtua, yang akan selalu siap memenuhi keinginan mereka agar bisa menjadi anak shaleha yang bisa mendorong keselamatan mereka di dunia dan akhirat. (Tulisan seorang siswi asal Jakarta). Mata saya mulai hangat. JLEB lagi.

Aku adalah bunga indah. Aku anak perempuan diantara 3 saudara laki-laki. Aku akan tumbuh harum dan indah, menghiasi keluarga. Aku akan buat Bunda dan Ayah bangga. Bunga ini tak akan pernah layu, seperti semangatku. (Tulisan siswi asal Manado yang hanya pulang setahun dua kali karena alasan jarak). Duh, Gustiii...

Aku adalah Bukit. Tak terlalu rendah, tak terlalu tinggi. Siapapun yang akan pergi ke tempat yang timggi atau rendah, pasti akan melihatku di tengah-tengah. Disitulah aku, terlihat, tapi tak rendah hati ataupun pongah. (Siswi asal Kediri, membacakannya sambil terus tersenyum ramah). Waaaaah, Masyaa Allah....

Aku adalah biji kecil yang ditanam. Diberi pupuk dan air berupa ilmu dan pengalaman. Aku akan terus tumbuh. Menghasilkan buah yang akan dimakan. Lalu, sebagai biji aku akan dibuang dan kembali bertemu tanah. Demikian seterusnya. Aku akan bermanfaat selama-lamanya. (Siswa asal Bandung, membaca sambil diperagakan penuh perasaan). Saya? Mengacungkan jempol sambil merasakan sesuatu yang bergemuruh dalam dada.

Aku adalah balon gas. Yang terbang jauh ke angkasa, menggapai mimpi jauh ke atas sana. Melihat cakrawala. (Siswi asal Jakarta, membacakan dengan senyum lepas gembira).

Aku adalah kegelapan. Seperti gelap, aku memerlukan cahaya. Terus menerus. Maka itulah aku, cahaya yang aku perlu adalah ilmu. Selalu. (Siswa kocal asal Surabaya).

JLEB, JLEB, JLEB.

Belajar banyak saya, Rabb.. Melihat bagaimana  siswa usia belasan tahun bisa memberikan makna atas dirinya dengan sebaik-sebaik pemaknaan diri. Makna yang akan mereka bawa hingga nanti.

Diawali dengan pertanyaan, siapa aku? Pilih sesuatu yang paling bisa menggambarkan dirimu lalu kemukakan alasannya.

Mereka, luar biasa!

Maka, resapi kini. Tanya diri, jawab dengan jujur. Hadirlah secara utuh, tarik nafas, tahan, hembuskan perlahan. Siapa sebenarnya diri ini? Makna apa yang akan kita sematkan? Karena hidup hanya satu kali, dan kita tak ingin semua begitu saja terlewati. Lepas di luar kendali.

Komentar

Postingan Populer