Tentang Rezeki

Dini hari tadi terbangun dan melihat suami tertidur dengan pulas di sisi kiri.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah sang Maha Penggenggam Rezeki. Kehadiran pak swami adalah bukti limpahan rezeki dariNya yang tak bisa terganti. Saya tak pernah berpikir bahwa perjalanan kami akan seperti ini. Mengapa? Karena ini bukan tentang pikiran, melainkan tentang rasa yang memiliki jiwa serta nyawa. Naik, turun, susah, senang, bahagia, sedih, marah, tertawa, semua rasa ada, selain benci tentu saja. Pasangan hidup adalah salah satu rezeki.

Melihatnya bernafas teratur, kemudian mengingatkan saya lagi. Memeriksa nafas saya yang lega dan lapang tanpa sesak seperti saat dimana saya sedang terkena asma, alhamdulillah, rezeki. Kami masih dipercaya untuk hidup dan bernyawa. Lengkap dengan akal dan rasa. Yang menjadi pembeda dengan makhluk lainnya. 

Melihat foto-foto dan pesan anak-anak dalam group internal keluarga, yang mengirimkan banyak doa agar AyahBunda di luar kota dalam keadaan sehat serta lancar kegiatannya, cukup membuat rasa hangat menjalar di dada. Menyeruak secara sempurna melalui seluruh indera, dan meninggalkan basah di ujung mata. Alhamdulillah, saya bahagia. Ini rezeki yang indah rasanya.

Memeriksa telepon genggam, ada pesan dari teman yang tinggal berbeda benua bahwa ia dan suaminya dalam kondisi sehat setelah sebelumnya didera penyakit secara bergantian, membawa saya kembali berucap hamdallah. Rezeki kembali Allah beri pada saya, berupa kebahagiaan mendengar berita. Ah, Allah memang luar biasa!

Melihat daftar project yang tersusun dalam agenda, kembali ucap syukur menggetarkan dada. Sungguh Allah yang menggerakkan semuanya. Mengatur sedemikian rupa sehingga hidup saya demikian berwarna. Semua terjadi atas kehendakNya, bukan karena hebat saya. Semua terjadi atas izinNya, saya hanya pelaksana. Pelaksana yang memiliki kendali pikir, rasa, laku dan kata.  

Lihat, dengar, rasakan.
Tak akan cukup rasa syukur saya pada Allah, sang Maha Penggenggam Rahasia. Atas limpahan rezeki dalam kehidupan saya. Mencukupkan segalanya. Bahkan saat dalam kondisi terburuk pun, saya merasa Allah tetap ada. Menggembleng saya untuk melatih kemampuan kekuatan pikiran, perasaan, jiwa dan raga. Allah Maha Mengetahui keperluan dan kebutuhan saya, pun demikian dengan keinginan yang tersimpan rapi dalam benak saya. Sungguh, tak pernah bisa saya mendetilkan segalanya, karena Allah terus dan terus saja menambah daftar rezeki yang beraneka rupa. Saya tulis ini, muncul rezeki itu. Saya berpikir ini, muncul pemikiran baru. It's indeed enormous countless blessing.

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nahl, 16: 18).

Karenanya, saya hanya berharap dan berdoa, semoga dijauhkan dari kufur nikmat padaNya. Semoga dipantaskan dan dimampukan untuk dapat senantiasa berucap syukur padaNya, pada orang-orang terdekat di sekitar saya yang telah banyak memberikan warna, pada orang-orang yang mungkin tak sejalan dengan saya namun senantiasa memberikan masukan dan evaluasi bagi diri saya dengan cara mereka. Apapun itu, semu tak akan terjadi tanpa ijinNya. Saya yakin, semua hal terjadi karena Allah tahu saya akan bisa kuat menjalani. Karena selalu ada Dia di sisi. Dari dulu, sekarang, bahkan hingga nanti. Maka pertanyaan yang sering saya ajukan pada diri setiap membuka dan menutup diri adalah, "Sudahkah kau bersyukur atas rezeki yang diberikan Allah saat ini?"

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Q.S. Al-Ahqaf : 15)



Komentar

Postingan Populer