Tentang Penolakan
Penolakan.
Apa yang terbayang saat membaca kata penolakan? Apa yang terlintas dalam benak pikiran?
Kamu ditolak. Perusahaan kami belum bisa menerima Anda. Proposal Anda belum memenuhi standar kebutuhan kami. Aku sayang kamu sebagai teman, bukan pasangan. Masakannya enak, hanya sayang tidak sesuai dengan cuaca saat ini.
Jleb, jleb, jleb.
Perasaan yang muncul akan beraneka ragam. Yang biasanya paling sering muncul adalah rasa sesak memenuhi rongga dada. Kecewa, sedih, kadang diiringi tak percaya. Bagaimana bisa? Saya sudah berbuat yang terbaik dan mengerahkan kemampuan terbaik saya. Kenapa?
Hhhhm.
Lihat, dengar, rasakan.
Terbaik menurut siapa? Peta siapa yang menjadi acuannya? Saya, Anda, dia, kita atau mereka? Karena bisa jadi peta kita bukanlah peta yang sama yang digunakan oleh pihak sana. Masalahnya, saat berbicara tentang saya, Anda, dia, kita atau mereka, semestinya kita tak hanya mengandalkan persepsi dan paradigma pribadi. Karena relasi itu tak mungkin hanya menyangkut diri sendiri. Karena relasi itu minimalnya you and me, then becomes we. Nah, berdasarkan konsep itu, kira-kira sudah pas atau belum jika kita hanya menggunakan standar kita sendiri? Paham kan sampai sini?
"Resistance indicates the lack of rapport." - NLP Presupposition.
Nah tuh. Rapport dalam terjemahan bebas bisa diartikan sebagai hubungan. Dalam presuposisi NLP tersebut disebutkan, penolakan mengindikasikan kurang (baiknya) suatu hubungan. Masuk akal? Sederhananya, bagaimana bisa diterima sebagai pasangan jika belum pernah berkenalan atau sudah berkenalan tapi tak menyelami pikiran, perasaan, kebiasaan serta semua hal yang berhubungan dengan diri sang pujaan? Atau, bagaimana bisa proposal suatu project diterima jika belum pernah melakukan riset ataupun penggalian data mengenai kebutuhan calon klien?
Lihat, dengar, rasakan.
Perhatikan setiap sinyal yang dikirimkan. Pesan apa yang dikirimkan? Apa yang sama? Apa yang beda? Apa yang bisa digali untuk didalami? Jika kita jadi dia atau mereka, apa kira-kira yang dipikir, dilihat, didengar, dirasa? Apa kebutuhannya? Bagaimana ia menyampaikan pesannya? Apa yang bisa kita tangkap dari itu semua? Apa maknanya? Apa yang tersembunyi? Apa yang tersirat?
Lihat, dengar, rasakan.
Latih lagi kepekaan. Asah lagi pikiran, penglihatan, pendengaran, perasaan. Karena relasi bukan tentang diri sendiri. Hentikan pikiran bahwa penolakan terjadi karena orang lain tidak mengerti, mungkin kita yang belum memahami. Mungkin ini salah satu jalan Tuhan menunjukkan kita untuk bisa terus berusaha lebih baik lagi. Fokus pada perbaikannya, bukan penolakannya. Fokus pada apa yang bisa kendalikan, bukan bermain-main dengan perasaan. Merasa sudah melakukan yang terbaik? Pikir ulang. Rasakan lagi. Lihat lagi. Terkadang orang lain dapat melihat celah kekurangan kita dengan mudah, seperti kita bisa melihat kekurangan pada orang lain. Simple, kan? Masih mau bawa perasaan saat menerima penolakan?
Komentar
Posting Komentar